Terbaru

Kamis, Oktober 23, 2008

(1) Comments

PERLAWANAN BUDAYA LEWAT BUDAYA POPULER

INDRA - Benarkah Bob Marley ,penyanyi reggae top dunia yang merupakan salah seorang seniman yang memahami hakekat seni sebenarnya ?Perlukah orang tahu sejarah Bob Marley secara detail ? Apakah benar Bob Marley telah berjuang lewat lagu dan musik Reggae ? Apakah sebuah lagu dapat membebaskan rakyat jelata dari penghisapan dan penindasan dari penguasa ? Bila kita telusuri sejarah kaum Rastafari yang membudayakan model rambut gimbal tentu saja bukan Bob Marley tetapi jauh sebelum dia muncul seorang Jamaika yang memberontak terhadap hegemoni budaya kaum kulit putih. Bahkan dalam kultur yang dibangun oleh Amerika berkembang anggapan pembentuk kebudayaan dunia adalah kaum kulit putih ,anglo saxon ,laki-laki, dan beragama Nasrani.Diluar itu tidak akan pernah dianggap sebagai pembentuk kebudayaan dunia.Kaum Negro bahkan orang Asia tentu saja tertindas secara budaya.Di dalam sejarah seni yang di monopoli oleh orang Barat, ada anggapan selain orang Barat itu tidak pernah ada budaya dunia

PEMASUNGAN BUDAYA LOKAL

Sejarah perkembangan seni selalu dipengaruhi oleh corak produksi yang berkembang pada saat itu. Pada masa komunal primitif manusia menggunakan seni untuk menggambarkan pengalamannya berburu binatang. Sedang pada masa feodalisme karya seni dipakai untuk memuliakan raja dan kehidupan istana. Pada masa kapitalisme awal, seni sudah mulai diukur dengan uang dianggap komoditi dihubungkan dengan akumulasi kapital. Ilusi yang kemudian berusaha dikembangkan dikalangan pekerja seni adalah anggapan bahwa karya seni merupakan budaya dari kaum kapitalis di era globalisasi ini. Kalau karya seni berkembang pesat karena sistem kapitalisme anggapan ini ada benarnya tetapi bila karya seni milik sah sistem kapitalime sehingga dianggap paradok bila digunakan oleh kaum yang menentang sistem kapitalisme hal ini yang perlu diluruskan karena pada jaman komunal primitif yang tentunya corak produksi kapitalisme belum hadir kesenian sudah lahir mendampingi kegiatan manusia.

Pada jaman corak produksi kapitalisme sekaranglah kesenian telah digunakan oleh kelas berkuasa sebagai alat untuk mendominasi budaya dan ideologi masyarakat. Seniman secara tidak sadar telah dipaksa mengabdi pada kekuasaan dan penindasan .Aspek-aspek pembentuk kebudayaan seperti kesenian, adat-istiadat,kebiasaan, cara berpakaian, cara makan, cara bersopan –santun dan sebagainya akan memiliki patron, menyesuaikan dengan pihak yang menguasai budaya global di dunia .Misalnya gaya hidup Amerika dari kesenangan bermain basket (karena orang Amerika kurang mahir bermain sepakbola), naik motor besar (Harley Davidson),dan makanan fast food telah berhasil dijual ke seluruh dunia oleh kaum kapitalis. Fast food sebagai gaya hidup orang modern yang seolah-olah yang berhak membuat budaya cara makan dunia adalah orang Amerika. Gaya hidup itu kemudian diadopsi oleh berbagai kalangan di seluruh dunia sehingga semakin menggelembungkan akumulasi modal Amerika. Bila kita lihat dalam budaya populer seperti film dan komik , Amerika memiliki Hollywood yang mendominasi perfilman dunia. Amerika juga memiliki Marvel dan Walt Disney yang merajai komik dan dunia animasi.Jepang memiliki manga (istilah komik di Jepang) yang berkat kaum pemilik modal besar dapat menguasai pasar dunia Bahkan karena mendominasi pasaran ,karakter komik Jepang menjadi meracuni komikus muda di negara Indonesia .Apakah ini salah ? Tentu saja dalam melihat masalah tidak melulu lewat kacamata hitam putih seperti itu tetapi yang lebih penting adanya pemahaman pekerja seni budaya dan masyarakat pada umumnya bagaimana sistem kapitalisme secara tidak adil telah mendominasi kehidupan budaya dunia. Begitu jahatnya sistem ini sehingga meskipun membawa berbagai kemajuan kehidupan manusia di muka bumi ini, dalam kenyataannya juga mematikan potensi –potensi budaya lokal yang ada di seluruh belahan dunia. Berapa banyak tradisi asli masyarakat suku yang kemudian punah .Berapa banyak seniman yang kemudian terlena untuk masuk dalam sistem yang kemudian hanya mengejar selera pasar sehingga melupakan idealisme kesenian.Tidak salah bila kemudian produk kesenian yang lahir serba seragam yang secara nyata membunuh kreativitas.

Bahkan dalam perkembangan budaya populer di tanah air seperti komik,komikus muda banyak yang tercekoki gaya komik Jepang lantaran mendominasi pasaran Indonesia.Tidak ada keberanian berbeda dengan yang ada di pasaran ternyata sudah membuat kran kreativitas mandeg.Budaya populer akhirnya sudah dipaksa mengabdi pada kaum pemilik modal .Pekerja seni bila tidak memiliki kesadaran untuk membangun organisasi budaya perlawanan akan sulit untuk memenuhi impian menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam dunia perfilman , komik dan animasi dan budaya populer lainnya. Akankah hal ini terjadi begitu terus selamanya? Sungguh hal ini membutuhkan perjuangan budaya yang terorganisir.Bagaimana mungkin Bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya lokal dapat menggunakan kekayaan budaya tersebut untuk mengurangi dominasi pengaruh budaya Global yang didukung oleh sistem kapitalisme dunia tanpa adanya organisasi perlawanan. Selamanya budaya lokal akan tersingkir dan akhirnya punah karena dianggap tidak bermutu atau kalah bersaing dengan budaya asing yang disebarkan dinegara-negara berkembang hanya untuk mengeruk keuntungan (Kapital).

Sudah saatnya pekerja seni membentuk organisasi berdasarkan kesamaan kepentingan untuk melawan sistem kapitalisme yang tidak adil ini. Para komikus berkumpul dalam satu wadah sendiri. Kartunis berkumpul dalam satu wadah sendiri. Seniman berkumpul dalam satu wadah sendiri. Apakah ini efektif untuk melawan sistem kapitalisme. Usaha untuk membangun budaya sendiri dari kehancuran karena pengaruh globalisasi yang sebenarnya adalah wajah lain dari kapitalisme dunia bila tidak dimulai lewat gerakan terorganisir. Sungguh sulit dalam waktu yang singkat memiliki pengaruh yang luas di seluruh Nusantara untuk melawan pengaruh dominasi budaya global yang sudah menghegemoni di seluruh dunia, apalagi bila berjuang sendirian, tentu saja akan capek sendiri dan akhirnya bisa kehabisan energi ditengah jalan. Dengan memahami sejarah seni dan budaya yang ada di bumi Nusantara maka dapat ditemukan bagaimana sejarah tersebut akan dipenuhi dengan sejarah tertindasnya budaya daerah yang semakin lama semakin hilang dari kehidupan dengan pembenaran karena masyarakat pendukungnya sudah tidak menghendaki sehingga mati begitu saja . Tengok budaya suku Dayak Kalimantan , suku Asmat di Irian Jaya dst. Padahal sebenarnya karena adanya kaum pemilik modal yang hanya mengejar keuntungan ( uang) ,mereka tidak mempedulikan pengembangan budaya lokal untuk dihidupkan, kecuali tentu saja jika itu menguntungkan dari kacamata pemillik modal.

ORGANISASI PERLAWANAN BUDAYA JAWABNYA !

Di luar Negeri ada Marcus Garvey yang mempelopori perjuangan kaum negro secara terorganisir dengan membentuk The Universal Negro Improvement Association yaitu organisasi yang membangun kesadaran baru diantara orang –orang asli Jamaika pada tahun 1914 di Jamaika. Berbeda sekali dengan Bob Marley yang telah menyuarakan kaum tertindas dalam lagu-lagunya tanpa ada usaha untuk membentuk organisasi perlawanan. Seperti juga Iwan Fals , Sawung Jabo, Edane yang banyak mengangkat tema sosial dalam lagu –lagunya di Indonesia dalam kenyataannya mereka melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh Bob Marley. Alasan klise yang sering ditampilkan seniman adalah menjaga kemurnian kesenian yang diangkatnya dari muatan –muatan politis , dia tidak memiliki niatan membentuk organisasi perlawanan untuk menolong kaum tertindas yang sering disuarakan .Karena perjuangan untuk membebaskan rakyat jelata dari penghisapan dan penindasan tidak dapat dilakukan secara individu tetapi haruslah secara terorganisir. Tentu saja hal ini akan bersifat politis (dalam artian politik di sini adalah perjuangan kepentingan, apapun kepentingan tersebut). Hanya saja hal ini bisa dimaklumi karena selama ini negara yang dikuasai suasana depolitisasi di segala aspek kehidupan sehingga sampai sekarang banyak orang yang terilusi, tidak melihat perjuangan kepentingan sebagai perjuangan politik, dan menganggap politik sebagai sesuatu yang kotor.

Sumbangan terbesar dari Bob Marley adalah mempopulerkan kepercayaan Rastafari keseluruh dunia lewat lagu dan musik yang dimainkan. Seandainya Marcus Garvey tidak membentuk organisasi perlawanan ,mungkin budaya rambut rasta tidak akan mendunia seperti sekarang. Budaya yang notabene milik kaum hitam yang sering diidentikkan dengan budaya kaum budak sekarang justru dihargai oleh kaum kulit putih bahkan ditiru habis-habisan, dijual keseluruh dunia sebagai komoditi oleh kaum kapitalis karena mendatangkan keuntungan. Tengok saja dari cara berpakaian, jenis musik yang sering dilantunkan kaum hitam, gaya rambut kaum hitam akhirnya sekarang diadopsi oleh kaum kulit putih yang dahulu merasa yang membuat budaya dunia.

Sekarang permasalahannya adalah sebuah pilihan bagaimana pekerja seni Nusantara yang sudah memiliki kesadaran, memaksimalkan budaya populer yang dikuasai untuk membantu gerakan pembebasan kaum tertindas. Budaya populer yang berwujud musik ,film, karya sastra, teater, komik dalam media massa seperti majalah, buku, koran, kaset, buku komik dan sebagainya bisa digunakan untuk menyuarakan penderitaan rakyat tertindas sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari karya seni yang di buat oleh seniman. Karya Seni yang hanya menjadi intrumen hegemoni yang membuat ilusi-ilusi dan fantasi dimana kemudian secara tidak disadari membuat penikmat lupa terhadap realitas sosial disekitarnya, karena keindahan dan kesan –kesan yang dibawa dan ditawarkannya. Seniman atau penikmat seni dapat saja acuh terhadap realitas karena disibukkan dengan kontemplasi tentang cinta, kasih sayang , keharuan dan sebagainya, sehingga tanpa di- sadari dia sedang melanggengkan sebuah tatanan sosial politik ekonomi dan yang lebih parah lagi adalah implikasinya terhadap kaum tertindas ;dimana disaat mereka seharusnya sedang berpikir dan mengusahakan terwujudnya suatu perubahan menuju keadaan yang lebih baik, seniman-budayawan malah terlena dalam suasana mabuk keharuan, cinta, kasih sayang, dll. Seni sebagai konsep perlawanan adalah subordinat dari sebuah perlawanan budaya (counter cultur). Konsuekensinya karya seni tersebut akan terpinggirkan meski mungkin cuma sementara dan menghadapi penolakan secara reaksioner dari masyarakat tetapi juga memiliki resiko "dijinakkan" oleh hegemoni sistem yang ada dengan mengubahnya menjadi sekedar konsep alternatif yang kemudian bakal menjadi mainstream kesenian. Dalam konteks gerakan perubahan, seni adalah sebuah media sekaligus alternatif perlawanan. Meski begitu seni tidak dapat lepas sebagai sebuah bentuk perlawanan budaya (counter culture) tersendiri. Karya seni perlawanan dapat mengaartikulasikan secara sekaligus hasrat ekspresi seniman dengan tanpa menegasikan idealisme dan potensi revolusioner-nya. Maka kapasitas dan kapabilitas seorang seniman teruji disini, dimana karya –karya seni baru tercipta sebagai bagian dari sebuah sinergisitas gerakan budaya menuju tranformasi sosial budaya.

Perjuangan yang terorganisir ternyata lebih efektif dalam membangun kesamaan tujuan dalam satu komunitas. Mengambil contoh dalam gerakan musik bawah tanah, kelompok Front Anti Fasis (FAF), komunitas musik underground yang berada di Bandung dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah dibentuk sekitar tahun 1998 dapat menjadi media pendidikan berpolitik pada kawan–kawan pemusik underground di Bandung, sehingga dapat memiliki kesadaran untuk mau ikut memperjuangkan hak-hak kaum tertindas. Dalam aksi–aksinya mereka mau turut dalam aksi buruh, tani ataupun kaum miskin kota yang tersisihkan karena demi sebuah jargon pembangunan. Julukan bahwa kaum underground yang sering dianggap tidak beragama oleh orang -orang yang mengaku religius sebenarnya bukan tuduhan yang mendasar karena mereka justru lebih membela kaum lemah dibanding kaum yang mengaku agamawan .Apa khabar kaum agama ? Dan yang lebih penting dengan jaringan yang begitu rapi mereka dapat melawan mayor label dalam memonopoli produksi kaset yang hanya dikehendaki pasar. Mereka berhasil menciptakan pasar dikalangan mereka sendiri. Penindasan sistem kapitalisme dalam industri musik yang sangat memonopoli selera pasar sehingga terjadilah gerakan musik underground.

Di Yogyakarta Lembaga Budaya Kerakyatan "Taring Padi " berhasil memberi arah perkembangan Senirupa yang baru di daerah Yogyakarata. Lembaga yang didirikan tanggal 21 Desember 1998 di LBH Yogyakarta oleh beberapa mahasiswa Seni rupa ISI Yogya. LBK Taring Padi didirikan dengan tujuan mewujudkan kehidupan seni yang dapat membuka peluang terselesaikan keinginan ,kebutuhan dan cita –cita rakyat dengan menumbuhkan sikap kritis ,progesif ,memberi solusi dan revolusioner di masyarakt lewat karya seni. Seniman yang tergabung dalam organisasi ini memilih gaya realisme sosialis sebagai pedoman berkarya.Sedang idiologi yang dianut adalah sosialisme demokratis kerakyatan. Yang tergabung dalam LBK Taring Padi antara lain seniman, budayawan, kritikus seni, mahasiswa seni, pemusik underground, dsb.

Bila yang dimusuhi oelh LBK Taring Padi adalah sistem kapitalisme maka mereka memiliki rumusan untuk memenangkan perjuangan itu dengan merumuskan musuh kolektif yang dirumuskan dalam Lima Iblis Budaya yang terdiri dari individu atau lembaga yang menitikberatkan pada seni untuk seni, yang mensosialisasikan doktrin sesat untuk mempetahankan status quo, pemerintah, yang menjadikan seni sebagai komoditi, lembaga seni yang menjadi legimitator kesenian, sistem yang merusak moral pekerja seni karena melupakan seni dalam masyarakat akibat politik orde baru yang menjadikan ekonomi sebagai panglima.

Sejak 1 Desember 1998 Lembaga Budaya Kerakyatan "Taring Padi " mengeluarkan album bulanan (buku bergambar ) Trompet Rakyat. .Buku bergambar ini berisi karya –karya anggota Taring Padi, puisi, cerpen, komik, esai, dan iklan layanan rakyat. Dicetak dengan teknik fotocopy diatas kertas buram. Pada bagian yang kosong dalam buku bergambar ini akan kita jumpai tulisan catatan rakyat. Yang unik adalah penyebaran buku bergaamabr ini, dengan dibagikan gratis kepada buruh, kaum tani, tukang becak, kaum miskin kota. Maksud pemberian buku ini disamping sebagai media pendidikan politik bagi rakyat kecil, juga dapat digunakan oleh rakyat untuk catatan sehari-hari. Dengan adanya organisasi ini, maka kawan–kawan seniman di Yogyakarta tersadarkan akan adanya sistem kapitalisme dalam kesenian yang akhirnya hanya melahirkan kesenian sebagai komoditi bukan untuk menggali budaya yang pernah ada di Nusantara untuk dikembangkan lebih jauh lagi.

Nah sekarang yang menjadi pertanyaan bagi kawan–kawan seniman Bandung dan budayawan yang tergerak untuk melawan penindasan budaya yang sepakat untuk memperjuangkan hak mereka agar dapat memiliki kesempatan mengembangkan budaya sendiri maka organisasi sebagai alat perjuangan kepentingan adalah kebutuhan mendesak yang harus segera dibentuk di Bandung. Organisasi yang memperjuangkan kepentingan anggotanyalah yang jelas akan dapat digunakan sebagai alat untuk memberi kesadaran pada seniman yang lain akan adanya sistem yang membuat budaya populer di Indonesia kalah bersaing dengan budaya populer dari negara Barat. Bagaimanapun sebenarnya potensi komikus Indonesia sebagai contoh yang terdesak karena pasar terilusi dengan karakter komik Jepang sehingga pasar tidak diberi alternatif bentuk lain yang khas buatan Nusantara. Tugas yang juga mendesak adalah membuka kesadaran seniman sendiri yang masih banyak menganggap bahwa kondisi ini tidak ada hubungannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan oleh negara Indonesia dengan menganalisa basis struktur yang terjadi di masyarakat tentunya seniman dapat melihat unsur ketertindasan mereka sehingga mereka lebih sedikit mendapat kesempatan untuk tampil dan mendapat pengakuan masyarakat. Kapitalisme yang hanya mencari keuntungan hanya akan melihat sesuatu dari segi untung rugi saja sehingga sangat sulit diharapkan bahwa budaya populer yang ada di Nusantara akan maju. Pengalaman musik underground /musik indie dapat dijadikan contoh bagaimana mereka dapat memproduksi kaset yang tidak harus menyesuaikan selera pasar. Komik underground, film indie, karya sastra, teater underground, penerbitan majalah indie sebenarnya adalah salah satu metode untuk melawan sistem kapitalisme bukan hanya sekedar label gaya/trend .
Hanya perlawanan secara terorganisir lah seniman dan budayawan dapat melawan sistem yang tidak adil ini sehingga kepentingan untuk menghidupkan budaya lokal di negeri sendiri akan tercapai.
1 Response to "PERLAWANAN BUDAYA LEWAT BUDAYA POPULER"
Bubu Ami said :
9 Januari 2009 pukul 10.33
tulisan yang menarik (sepertinya) tapi karena terlalu kecil (font) membuat saya jadi males membacanya, hehe.

kalau hurufnya udah digedein, ntar saya mau baca :D
tolong di info kan saja.
cek my site at: www.ykme.multiply.com

tx.

-yk-

Posting Komentar

Jumlah Pengunjung Berbagai Negara

Indra's Blog Visitor
Profil Facebook Stif Blass

Sponsored Links